Minggu, 17 November 2013

NARKOBA DITINJAU DARI ASPEK HUKUM DAN AGAMA



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hampir setiap hari kita selalu disuguhi berita tentang penyalahgunaan ataupun penyelundupan narkoba di berbagai media informasi di tanah air. Apa sebenarnya Narkoba itu ? Narkoba atau secara lengkap sering disebut sebagai NAPZA (Narkotika, Alkohol, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya) merupakan bahan kimia yang dapat mempengaruhi kinerja saraf pusat. Pengkonsumsian narkotika akan menghambat pelepasan dan produksi zat serotonin, yaitu zat yang diperlukan sebagai transmiter syaraf. Seiring dengan menurunnya produksi zat serotonin, maka akan menyebabkan banyak informasi yang tidak tersampaikan ke syaraf pusat (otak). Orang yang mengkonsumsi narkotika tidak akan merasa sakit jika dipukul dan tidak terasa capek walaupun beraktivitas yang menguras energi cukup besar. Beberapa jenis narkotika antara lain ganja, hasish, opium, morphin dan kokain.
Psikotropika merupakan suatu obat yang dapat menimbulkan ketergantungan, menurunkan aktivitas otak, menimbulkan halusinasi, mengganggu pikiran, perilaku dan perasaan. Psikotropika memiliki efek seperti halnya narkotika. Perbedaan mendasar dari psikotropika dibandingkan dengan narkotika adalah psikotropika merupakan zat kimia yang telah melalui suatu prroses (hasil sintesis). Psikotropika yang biasa disalahgunakan merupakan turunan dari amphetmin, seperti MDMA (3,4-methylene-dioxy-N-methamphetamine atau biasa disebut ecstacy) serta methaphetamine (sering disebut shabu-shabu).

Seiring dengan perkembangan zaman, Narkoba semakin mudah diperoleh (tentu saja secara ilegal). Banyak tokoh-tokoh muda (public figure) yang tersandung masalah Narkoba. Hal itu dikarenakan gaya hidup mereka. di dunia gemerlap. Kerjasama yang baik dalam berbagai segi (pemerintah, agama, keluarga dan lingkungan) dapat mengurangi penyalahgunaan Narkoba ini.
Selain memiliki demensi lokal, nasional dan regional kejahatan juga dapat menjadi masalah internasional, karena seiring dengan kemajuan teknologi transportasi, informasi dan komunikasi yang canggih, modus operandi kejahatan masa kini dalam waktu yang singkat dan dengan mobilitas yang cepat dapat melintasi batas-batas negara (borderless countries). Inilah yang dikenal sebagai kejahatan yang berdimensi transnasional (transnational criminality).
Salah satu wujud dari kejahatan trasnasional yang krusial karena mengangkut masa depan generasi suatu bangsa, terutama kalangan generasi muda negeri ini adalah kejahatan dibidang penyalahgunaan narkotika (Atmasasmita, 1997). Modus operandi sindikat peredaran narkotika dengan mudah dapat menembus batas-batas negara di dunia melalui jaringan manajemen yang rapi dan teknologi yang canggih dan masuk ke Indonesia sebagai negara transit (transit-state) atau bahkan sebagai negara tujuan perdagangan narkotika secara ilegal (point of market-state).
Pertanyaan yang muncul kemudian, mengapa Indonesia dijadikan sasaran utama peredaran narkotika oleh sindikat perdangan narkotika internasional ? mengapa peredaran secara ilegal narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba) terus berlangsung di negeri ini ?; Apakah instrumen hukum yang mengatur penyalahgunaan narkoba sudah tidak efektif lagi ?; dan bagaimanakah kinerja penegak hukum untuk menanggulangi kejahatan narkoba di negeri ini ?
Bagaimanakah pandangan berbagai agama yang ada di Indonesia tentang narkoba? Bagaimana pula peranan orangtua, tokoh agama ataupun masyarakat mengenai penyebaran Narkoba?



B.     Rumusan Masalah
Dilihat dari point-point yang terdapat pada latar belakang maka kita bisa mengambil suatu rumusan masalah yakni :
1.      Apa yang dimaksud dengan narkoba, hukum , dan agama?
2.      Bagaimana tinjaun narkoba dari aspek agama?
3.      Bagaimana tinjauan narkoba dari aspek hukum?
4.      Seperti apa narkoba dan dimensi hukumnya?

C.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Dari pembahasan yang akan diuraikan dan dilihat dari masalah yang diangkat penulis bertujuan dimana pembaca akan lebih paham tentang tinjauan atau pandangan narkoba dari segi hukum dan agama.

2.      Tujuan khusus
a.    Mengerti akan arti dari narkoba, hukum dan agama
b.   Memahami  narkoba dari sudut pandang agama
c.    Memahami narkoba dari tinjauan hukum
d.   Mengetahui narkoba dan dimensi hukumnya



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Narkoba , Hukum  dan Agama
1.      Narkoba
Secara etimologis istilah narkotika berasal dari kata marke (Bahasa Yunani) yang berarti terbius sehingga menjadi patirasa atau tidak merasakan apa-apa lagi. Yang dimaksud dengan narcotic adalah a drug that dulls the sense, relieves pain, induces sleep, and can produce addiction in varying degrees (Sudarg0, 1981).
Yang dimaksud dengan narkotika menurut undang-undang ini adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman  atau bukan dari tanaman, baik sintetis maupum maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan keputusan Menteri Kesehatan.
Yang termasuk ke dalam jenis-jenis narkotika adalah :
a.       tanaman Papaver yaitu tanaman Papaver somniferum L, termasuk biji, buah dan jeraminya.
b.      Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendirim, yang diperoleh dari buah tanaman papaver somniferum L, yang mengalami pengolahan sekedar untuk bungkusan dan pengangkutan tanpa memeprhatikan kadar morfinnya.
c.       Opium masak yang terdiri dari Candu, Jicing, dan Jicingko
d.     

Opium obat, yaitu mentah yang telah mengalami pengolahan sehingga sesuai untuk pengobatan, baik dalam bentuk bubuk atau dalam bentuk lain, atau dicampur denganzat-zat netral sesuai dengan syarat farmakops
e.       Morfina, yaitu alkloida utama dari opium dengan rumus kimia C17 H19 NO3
f.       Tanaman Koka, yaitu tanaman dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxyleceace
g.      Daun Koka, yaitu daun yang beklum belum atau sudah kering atau yang sudah bentuk serbuk dari semua genus Erythroxylon dari keluarga Erythroxyleceacea, yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia
h.      Kokain mentah, yaitu semua hasil yang diperoleh dari daun Koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkanKokaina
i.        Kokaina, yaitu mentil ester 1 bensoil ekgonina dengan rumus kimia C9 H15 NO3 H12 NO4
j.        Ekgonina, yaitu lekgonina demgan rumus kima C9 H15 NO3 H2O dan ester serta turunan-turunannya yang dapat diubah menjadi Ekgonina dan Kokaina
k.      Tanaman Ganja, yaitu semua bagian dari dari semua tanaman genus cannabis termasuk bibji dan buahnya seperti :
1)      Damar Ganja, yaitu damar yang diambil dari tanaman ganja termasuk hasil pengolahnya yang menggunakan damar sebagai bahan dasar;
2)      Garam-garam dab turunan-turunan dari Morfina dan Kokaina
3)      Bahan lain yang bersifat alamiah maupun sintetis dan semi sintetis yang belum disebutkan, yang dapat dipakai sebagai pengganti Morfina atau Kokaina yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan sebagai narkotika, apabila penyalahgunaannya menimbulkan akibat ketergantungan yang merugikan seperti Morfinan dan Kokaina
4)      Campuran-campuran san sediaan-sediaan yang mengaqndung bahan yang tersebut dalam angka 1,2, dan 3.

2.      Definisi hukum
a.       Definisi hukum menurut Aristoteles adalah:
“Sesuatu yang sangat berbeda daripada sekedar mengatur dan mengekspresikan bentuk dari konstitusi dan hukum berfungsi untuk mengatur tingkah laku para hakim dan putusannya di pengadilan untuk menjatuhkan hukuman terhadap pelanggar”.
b.      Definisi hukum menurut  Prof. Achmad Ali adalah:
“Seperangkat kaidah atau aturan yang tersusun dalam suatu sistem, yang menentukan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh manusia sebagai warga masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, yang bersumber dari masyarakat sendiri maupun dari sumber lain, yang diakui berlakunya oleh otoritas tertinggi dalam masyarakat tersebut, serta benar-benar diberlakukan oleh warga masyarakat (sebagai suatu keseluruhan) dalamkehidupannya, dan jika kaidah tersebut dilanggar akan memberikan kewenangan bagi otoritas tertinggi untuk menjatuhkan sanksi yang sifatnya eksternal”
3.      Definisi agama
pengertian bahwa agama :
a.        merupakan jalan hidup yang harus ditempuh oleh manusia untuk mewujudkan kehidupan yang aman, tentram dan sejahtera;
b.      bahwa jalan hidup tersebut berupa aturan, nilai atau norma yang mengatur kehidupan manusia yang dianggap sebagai kekuatan mutlak, gaib dan suci yang harus diikuti dan ditaati.
c.       aturan tersebut ada, tumbuh dan berkembang bersama dengan tumbuh dan berkembangnya kehidupan manusia, masyarakat dan budaya.


B.     Narkoba Ditinjau Dari Aspek Hukum
Dalam UU kefarmasian narkotika juga merupakan obat,sedangkan yang termasuk kedalam golongan narkotika adalah candu, ganja, kokain, mariyuana, dan zat yang asalnya dari candu,seperti morfin,heroin dan sejenis zat kimia sintesis yang mempunyai khasiat seperti narkotika.Oleh karena itu narkotika berbahaya bagi kesehatan manusia.Peredaran narkotika sebagai obat diawasi oleh pemerintah.Bahkan di seluruh dunia secara ketat sekali diatur oleh Perundang-undangan. Dengan demikian barang siapa yang kedapatan, mempunyai, menyimpan, memakai atau memperdagangkan narkotik adalah melanggar UU narkotik dan dapat di hukum.
KODAM II/SWJ (8/7),- Kodam II/Swj melaksanakan siaran  di RRI Palembang pada hari Rabu (7/7) pukul 20.00-2100 Wib, acara yang ditampilkan adalah penyuluhan tentang Penyalagunaan Narkotika dilihat dari Aspek Hukum yang disampaikan Kasi Bankum Kumdam II/Swj Mayor Chk Askari, S.H.
Narkoba sudah merambah kemana-mana dan sudah masuk ke berbagai kalangan, mulai dari kalangan artis, anak-anak sekolah, ibu-ibu rumah tangga, dan tidak terkecuali anggota prajurit TNI. Maraknya penyalahgunaan Narkoba yang terjadi dalam masyarakat Indonesia telah mendorong pemerintah untuk merevisi peraturan perundangan mengenai Narkotika, dimana pada tanggal 12 Oktober 2009 telah diundangkan UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
UU ini merupakan revisi dari UU Narkotika sebelumnya yaitu, UU No. 22 Tahun 1997, dimana dalam UU Narkotika yang baru ini disebutkan bahwa tujuan dari UU ini adalah: menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau  pengembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi; mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika; memberantas peredaran gelap narkotika dan Prekursor Narkotika; serta menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahgunaan dan pecandu Narkotika.
Selain itu dalam UU Narkotika yang baru ini telah dilakukan penambahan materi yang selama ini belum diatur di dalam UU yang lama, baik menyangkut Narkotikanya itu sendiri, maupun mengenai lembaga yang mempunyai wewenang untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan Narkoba.
Menyangkut Narkotikanya sendiri yakni dengan dimasukkannya dua golongan psikotropika, yaitu Psikotropika Golongan I dan Psikotopika Golongan II menjadi Narkotika Golongan I dan telah diatur pula mengenai Prekursor Narkotika, yaitu merupakan zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika, dimana dalam  UU  yang  lama  belum  diatur.
Sedangkan mengenai lembaga yang mempunyai  wewenang diantaranya untuk melakukan pencegahan penyalahgunaan Narkotika dalam UU ini telah dipermanenkannya Badan Narkotika Nasional (BNN) sebagai badan yang bersifat legal formal dan merupakan satu-satunya lembaga yang diberikan kewenangan yang cukup luas oleh UU untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.
UU Narkotika mengartikan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sedangkan yang dimaksud dengan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Baik Narkotika maupun Psikotropika  digolongkan dalam beberapa golongan, sebagaimana lampiran UU dimaksud. Untuk Narkotika sendiri digolongkan dalam 3 (tiga) golongan, yaitu Narkotika Golongan I, Golongan II, dan Golongan III. Narkotika Golongan I diantaranya yang kita kenal adalah Opium, Kokain, dan tanaman ganja. Juga termasuk zat MDMA, MMDA, dan Metampetamina atau Ampetamina, dimana zat-zat ini biasanya terkandung dalam ekstasi/ineksi dan shabu-shabu yang lagi marak disalahgunakan di dalam masyarakat kita.
Salah satu tujuan dari UU Narkotika adalah untuk mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika. Narkotika tidak boleh disalahgunakan, karena Narkotika menimbulkan ketergantungan yang sangat membahayakan kesehatan. Disatu sisi memang sebagian dari zat-zat ini berkhasiat untuk kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, disisi lain dapat menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat. Lebih dari itu disamping penyalahgunaan Narkotika dapat merusak kesehatan, seperti merusak jaringan syaraf, hati, ginjal dan sebagainya, juga menimbulkan dampak psikososial yang sangat merugikan baik bagi para penyalahgunanya, maupun bagi masyarakat pada umumnya, seperti dapat merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, perubahan prilaku menjadi anti sosial, merosotnya produktivitas kerja, mempertingggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, dan tindak kekerasan lainnya.

C.     Narkoba Dan Dimensi Hukumnya
Penggunaan karkotika di luar tujuan-tujuan pengobatan dapat menimbulkan ketergantungan (addiction/craving) karena menimbulkan kaidah-kaidah ilmu kedokteran.
Dalam sistem hukum di Indonesia, penyalahgunaan narkotika dikualifikasi sebagai kejahatan di bidang narkotika yang diatur dalam UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika.
UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, selanjutnya disebut UU Narkotika 1997, pada dasarnya mengklasifikasi pelaku tindak pidana (delict) penyalahgunaan narkotika menjadi 2 (dua), yaitu : pelaku tindak pidana yang berstatus sebagai pengguna (Pasal 84 dan 85) dan bukan pengguna narkotika (Pasal 78, 79, 80, 81, dan 82)
Untuk status pengguna narkotika dapat dibagi lagi menjadi 2 (dua), yaitu pengguna untuk diberikan kepada orang lain (Pasal 84) dan pengguna narkotika untuk dirinya sendiri (Pasal 85). Yang dimaksud dengan penggunaan narkotika untuk dirinya adalah penggunaan narkotika yang dilakukan oleh seseorang tanpa melalui pengawasan dokter. Jika orang yang bersangkutan menderita kemudian menderita ketergantungan maka ia harus menjalani rehabilitasi, baik secara medis maupun secara sosial, dan pengobatan serta masa rehabilitasinya akan diperhitungkan sebagai masa menjalani pidana.
Sedangkan, pelaku tindak pidana narkotika yang berstatus sebagai bukua pengguna diklasifikasi lagi menjadi 4 (empat), yaitu : pemilik (Pasal 78 dan 79), pengolah (Pasal 80), pembawa dan/atau pengantar (Pasal 81), dan pengedar (Pasal 82). Yang dimaksud sebagai pemilik adalah orang yang menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki, menpimpan, atau menguasai dengan tanpa hak dan melawan hukum. Yang dimaksud sebagai pengolah adalah orang memproduksi, mengolah mengekstrasi, mengkonversi, merakit, atau menyediakan narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum secara individual atau melakukan secara terorganisasi. Yang di kualifikasi sebagai pembawa/pengantar (kurir) adalah orang yang membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum secara individual atau secara teroganisasi. Sedangkan, yang dimaksud pengedar adalah orang mengimpor, pengekspor, menawarkan untuk dijual, menyalurkan, menjadi pembeli, menyerahkan, menerima, menjadi perantara dalam jual beli. Atau menukar narkotika dengan tanpa hak dan melawan hukum secxara individual maupun secara terorganisasi.
Subyek hukum yang dapat dipidana kasus penyalahgunaan narkotika adalah orang perorangan (individu) dan korporasi (badan hukum). Sedangkan, jenis pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku detik penyalahgunaan narkotika adalah pidana penjara, pidana seumur hidup, sampai pidana mati, yang secara kumulatif ditambah dengan pidana denda. Tindak pidana narkotika dalam sistem hukum Indonesia dikualifikasi sebagai kejahatan. Hal ini karena tindak pidana narkotika dipandang sebagai bentuk kejahatan yang menimbulkan akibat serius bagi masa depan bangsa ini, merusak kehidupan dan masa depan terutama generasi muda serta pada gilirannya kemudian dapat mengancam eksistenti bangsa dan negara ini. 

D.    Narkoba Ditinjau Dari aspek Agama
Penduduk Indonesia merupakan masyarakat yang religius. Setiap agama yang diakui di Indonesia mengatur tentang moral penganutnya. Di dalam semua agama tuhannya melanggar kepada umatnya untuk tidak memakai barang haram itu.Karena barang itu adalah barang yang di sukai oleh syetan. kemudian syetan itu membujuk manusia yang sedang mengalami masalah yang sangat berat. Berikut ini adalah pandangan agama terhadap Narkoba.
1.      Pandangan agama islam terhadap narkoba
Di dalam agama Islam, terdapat beberapa ayat al-Qur’an dan hadits yang melarang manusia untuk mengkonsumsi minuman keras dan hal-hal yang memabukkan. Di era Rasulullah, zat berbahaya yang paling populer memang baru minuman keras (khamar). Kemudian pada zaman modern seperti sekarang ini, Narkoba juga dapat dianalogikan sebagai hal-hal yang memabukkan.

ويحرم أكل البنج والحشيشة والأفيوم لأنه مفسد للعقل ويصد عن ذكر الله وعن الصلاة

“ …dan haram mengonsumsi ganja, marihuana dan epium , karena merusak akal dan menghalangi ingatan (dzikir) pada Allah dan shalat.”
Dari ulasan di atas bisa disimpulkan bahwa narkoba menurut Islam adalah:”Segala sesuatu yang memabukkan atau menghilangkan kesadaran, tetapi bukan minuman keras, baik berupa tanaman maupun yang selainya.
Tafsir mengenai perbuatan setan yang dimaksudkan di atas adalah hal-hal yang mengarah pada keburukan, kegelapan, dan sisi-sisi destruktif manusia. Hal-hal tersebut bisa dipicu dari khamar (termasuk narkoba) dan judi karena bisa membius nalar yang sehat dan jernih. Khamar (termasuk narkoba) dan judi potensial memicu permusuhan dan kebencian antar sesama manusia. Khamar dan judi juga bisa memalingkan seseorang dari Allah dan shalat.
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa khamar (termasuk ) bisa memerosokkan seseorang ke derajat yang rendah dan hina karena dapat memabukkan dan melemahkan. Untuk itu, khamar (dalam bentuk yang lebih luas adalah narkoba) dilarang dan diharamkan. Sementara itu, orang yang terlibat dalam penyalahgunaan khamar (narkoba) dilaknat oleh Allah, entah itu pembuatnya, pemakainya, penjualnya, pembelinya, penyuguhnya, dan orang yang mau disuguhi.
Namun agama islam memiliki pertimbangan akan penggunaan narkoba, sepanjang narkoba dipergunakan di jalan benar, maka Islam masih memberikan toleransi. Artinya narkoba dalam hal-hal tertentu boleh dipergunakan, khususnya pada kepentingan medis pada tingkat – tingkat tertentu:
a.       Pada tingkat darurat. Yaitu pada aktifitas pembedahan atau operasi besar, yakni operasi pada organ-organ tubuh yang vital seperti hati, jantung, dan lain-lain. Yang apabila dilaksanakan tanpa diadakan pembiusan total, kemungkinan besar si pasien akan mengalami kematian.
b.      Pada tingkat kebutuhan atau hajat. Yaitu pada aktifitas pembedahan yang apabila tidak menggunakan pembiusan, pasien akan merasakan sangat kesakitan, tetapi pada akhirnya akan mengganggu jalanya pembedahan. Walaupun tidak sampai pada kekhawatiran matinya si pasien.
c.       Tingkatan bukan darurat dan bukan hajat. Yaitu tingkatan pada aktifitas pembedahan ringan yakni pembedahan paada organ tubuh yang apabila tidak dilakukan pembiusan, tidak apa-apa. Seperti pencabutan gigi, kuku, dan sebagainya. Namun pasien akan merasakan kesakitan juga. Setelah melalui proses diskusi dan perdebatan panjang, akhirnya para ulama sampai pada kesepakatan bahwa narkoba adlaah haram, karena pada narkoba terdapat illat (sifat) memabukkan sebagaimana pada khamer, sekalipun mekanisme hukumanya berbeda.

2.      Pandangan agama Kristen terhadap narkoba
Seperti halnya agama Islam, agama Kristen juga mengingatkan penganutnya untuk menjauhi Narkoba. Dalam Korintus 7:1, dijelaskan “sucikan dirimu dari semua hal yang mencemarkan jasmani dan rohani, supaya kedudukanmu sempurna di dalam takut Allah”.
Menurut pandangan agama Kristen, tubuh harus dipelihara, dijaga dan disucikan, jangan melakukan dosa. Oleh karena Narkoba dapat merusak tubuh, baik jiwa, raga maupun akal, maka penggunaan Narkoba merupakan hal yang tidak diperbolehkan.

3.      Pandangan agama Katolik terhadap narkoba
Menurut pandangan Agama Katholik, pada dasarnya setiap bentuk penyalahgunaan Narkoba bertentangan dengan moral Kristiani dan pada akhirnya akan menyebabkan kehancuran beragama, bermasyarakat dan bernegara. Menurut Paus Yohannes Paulus II dalam Contesimu Annus, konsumerisme digambarkan sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan hanya berdasarkan selera yang tidak menghiraukan kenyataan pribadinya sebagai makhluk yang berakal. Penyalahgunaan Narkoba merupakan suatu hal yang berakar dari konsumerisme, oleh karena itu Narkoba tdak dianjurkan bagi penganut agama Katholik.

4.      Pandangan agama hindu terhadap narkoba
Agama Hindu memang memandang semua barang yang ada di dunia ini, walau sekecil apapun, pasti akan membantu kehidupan. Menurut pandangan agama Hindu, apabila pikiran seseorang kacau, maka bisa saja barang yang awalnya bermanfaat menjadi sesuatu hal yang merugikan, misalnya saja Narkoba. Secara medis, Narkoba berguna dalam bidang kesehatan. Akan tetapi, karena pikiran umat yang kacau, maka Narkoba disalahgunakan sehingga dapat merusak tubuhnya. Oleh karena itu, pengkonsumsian Narkoba dilarang oleh agama Hindu.

5.      Pandangan agama budha terhadap narkoba
Agama Budha mengajarkan umatnya tentang lima disiplin moral, yaitu :
a.       Panti pala vermani sikkapadhan samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari pembunuhan makhluk,
b.      adinnadan veramani sikkhapadar samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari barang yang bukan miliknya,
c.       kamesu miccara veramar sikkapadam samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari asusila,
d.      musavada veramani sikkapadam samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari ucapan yang tidak benar (dusta) dan lainnya,
e.       surameraya majjapamadatthana veramar sikkapadam samadiyami = aku bertekad melatih diri menghindari minuman keras dan obat-obat terlarang yang menyebabkan mabuk dan melemahkan. Dari kelima disiplin moral tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa agama Budha melarang penggunaan Narkoba, karena menyebabkan mabuk dan melemahkan.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
UU Narkotika mengartikan Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sedangkan yang dimaksud dengan Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan prilaku. Narkotika dapat merusak kesehatan, seperti merusak jaringan syaraf, hati, ginjal dan sebagainya, juga menimbulkan dampak psikososial yang sangat merugikan baik bagi para penyalahgunanya, maupun bagi masyarakat pada umumnya, seperti dapat merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, perubahan prilaku menjadi anti sosial, merosotnya produktivitas kerja, mempertingggi kecelakaan lalu lintas, kriminalitas, dan tindak kekerasan lainnya.
Narkoba Di dalam semua agama tuhannya melanggar kepada umatnya untuk tidak memakai barang haram itu.Karena barang itu adalah barang yang di sukai oleh syetan. kemudian syetan itu membujuk manusia yang sedang mengalami masalah yang sangat berat
Adapun sangsi hukumnya, bagi pengguna narkoba sepenuhnya menjadi wewenang hakim. Selain itu, Islam memandang narkoba merupakan barang yang sejak awal sudah diharamkan. Oleh karenanya pada kebutuhan medis, penggunaan narkoba dianggap tingkat darurat atau toleransi.

B.     Saran
Bahwa berdasarkan hukum dan agama mempembolehkan narkotika dan Psikotropika digunakan untuk guna kepentingan medis karena kalau tidak menggunakan itu maka pasien akan mengalami kesakitan selain dari itu diharam karena dapat merusak tubuh dilihat dari hokum kesehatanya sendiri
pengawasan guna untuk agar penyalagunaan narkotika dan Psikotropika dapat di hindari selain pengawasan dari pihak berwajib juga diperlukan keaktif masyarakat untuk dapat mencegah pengedaran Narkotika karena kalau tidak diantisipasi yang akan terkena dapatkan adalah generasii muda yang masih Aktif dan produktif karena seusia ABG ini yang diincar para pengedaran Narkoba karena usia remaja adalah dimana pencari jati diri dan sangat muda untuk dihasut atau didoktir oleh para pengedaran Narkoba sinilah diperlu pesaran serta dari orang tua untuk memantau pergaulan anak remaja sekarang untuk mengantisipasi karena dapat merusak psikologis dari remaja itu dan Fisiologis dari anak remaja itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Al Jashshas, (1994), Ahkamu al-Qur’an, juz 1, (Beirut: Dar al Kutub al Ilmiyah).
Al Sadlan, Sholeh bin Ghonim, (2000), Bahaya Narkoba Mengancam Umat, (Jakarta: Darul Haq)
Atmasasmita, Romli (1997), Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Departemen Agama RI, (1978), Al Qur’an dan Terjemahanya, (Jakarta: Bumi Restu).
Muladi dan Barda Nawawi Arief (1998), Teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung
Soedarto (1981), Kapita Selekta Hukum Pidana, Alumni, Bandung
Sudiro, Amsruhi, (2000), Islam melawan Narkoba, (Jogjakarta: Madani Pustaka).