Senin, 17 Maret 2014

ASFIKSIA NEONATORUM



LAPORAN PENDAHULUAN

A.    Pengertian Asfiksia neonatorum
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera setelah bayi lahir. Akibat-akibat asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak dilakukan secara sempurna. Tindakan yang akan dikerjakan pada bayi bertujuan mempertahankan kelangsungan hidupnya dan membatasi gejala-gejala lanjut yang mungkin timbul. (Wiknjosastro, 1999)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang baru lahir yang tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur dalam satu menit pertama setelah lahir. Biasanya terjadi pada bayi yang dilahirkan dari ibu dengan kompikasi, seperti diabetes melitus, preeklamsia berat atau eklamsia, eritroblastosis fetais, kelahiran kurang bulan (kehamilan < 34 minggu), kelahiran lewat bulan, plasenta previa, solusio plasenta, korioamnionitis, hidramnion, dan oligohidramnion, gawat janin serta pemberian obat anestesi atau narkotika sebelum kelahiran.(Ummu Harist).

B.     Jenis Asfiksia Neonatorum
1.       Asfiksia livida (biru)
Warna kulit kebiruan, tonus otot masih baik, reaksi rangsangan positif, bunyi jantung masih teratur, prognosis lebih baik
2.       Asfiksia pallida (putih)
Warna kulit pucat, tonus otot sudah kurang, reaksi rangsangan negatif, bunyi jantung tak teratur, prognosis jelek.

C.    Klasifikasi Asfiksia Neonatus
Menurut Kamarullah (2005) klasifikasi asfiksia dibagi menjadi :
1.      
1
 
Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
2.         Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi tentang lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3.       Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
Penilaian skor APGAR
1.      Detak jantung :
a.       0 : tidak ada
b.      1 : < 100/menit
c.       2 : > 100/menit
2.      Pernapasan :
a.         0 : tidak ada
b.         1 : tidak teratur
c.         2 : tangis kuat
3.      Refleks jalan napas :
a.       0 : tidak ada
b.      1 : menyeringai
c.       2 : batuk/bersin
4.      Tonus otot :
a.       0 : lunglai
b.      1 : feksi ekstremitas (lemas)
c.       2 : fleksi kuat, gerak aktif
5.      Warna kulit :
a.       0 : biru/pucat
b.      1 : tubuh merah, ekstremitas biru
c.       2 : merah seluruh tubuh

Skor APGAR normal : 7-10.
Pemantauan : bila skor Apgar 5 menit setelah bayi lahir masih kurang dari 7, penilaian dianjutkan setiap 5 menit.

D.    Etiologi
Beberapa kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di dalam rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat clan bayi berikut ini:
1.      Faktor ibu
a.       Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam, dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b.      Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada gangguan kontraksi uterus, hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan, hipertensi pada penyakit eklamsi.
2.      Faktor plasenta
            Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksis janin dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta, solusio plasenta.

3.      Faktor fetus
            Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada keadaan tali pusat menumbung, melilit leher, kompresi tali pusat antara jalan lahir dan janin.
4.      Faktor neonatus
            Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu, trauma yang terjadi saat persalinan misalnya perdarahan intra kranial, kelainan kongenital pada bayi misalnya hernia diafragmatika, atresia atau stenosis saluran pernapasan, hipoplasia paru.

E.     Manifestasi Klinis
1.      Bayi pucat dan kebiru-biruan
2.      Usaha bernafas minimal atau tidak ada
3.      Hipoksia
4.      Asidosis metabolik atau respiratori
5.      Perubahan fungsi jantung
6.      Kegagalan sistem multiorgan
7.      Kalau sudah mengalami perdarahan di otak maka ada gejala neurologik : kejang, nistagmus, dan menangis kurang baik/ tidak menangis.

F.      Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,alveoli tidak berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung dan tekanan darah bayi mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

G.    Penatalaksanaan
1.       Terapi Suportif
Pada neonatus dengan asfiksia, resusitasi diberikan secepat mungkin tanpa menunggu penghitungan skor Apgar. Tindakan resusitasi bayi baru lahir mengikuti tahapan-tahapan yang dikenal sebagai ABC resusitasi, yaitu :
a.       Memastikan saluran terbuka
1)      Meletakkan bayi dalam posisi kepala defleksi bahu diganjal 2-3 cm.
2)      Menghisap mulut, hidung dan kadang trachea.
3)      Bila perlu masukkan pipa endo trachel (pipa ET) untuk memastikan saluran pernafasan terbuka.
b.      Memulai pernafasan
1)      Memakai rangsangan taksil untuk memulai pernafasan
2)      Memakai VTP bila perlu seperti : sungkup dan balon pipa ETdan balon atau mulut ke mulut (hindari paparan infeksi).
c.       Mempertahankan sirkulasi
1)      Rangsangan dan pertahankan sirkulasi darah dengan cara
2)      Kompresi dada.
3)      Pengobatan

Cara resusitasi dibagi dalam tindakan umum dan tindakan khusus :
a.       Tindakan umum
1)        Pengawasan suhu
2)        Pembersihan jalan nafas
3)        Rangsang untuk menimbulkan pernafasan
b.      Tindakan khusus
1)    Asfiksia berat
Resusitasi aktif harus segera dilaksanakan, langkah utama memperbaiki ventilasi paru dengan pemberian O2 dengan tekanan dan intermiten, cara terbaik dengan intubasi endotrakeal lalu diberikan O2 tidak lebih dari 30 mmHg. Asphiksia berat hampir selalu disertai asidosis, koreksi dengan bikarbonas natrium 2-4 mEq/kgBB, diberikan pula glukosa 15-20 % dengan dosis 2-4ml/kgBB. Kedua obat ini disuntuikan kedalam intra vena perlahan melalui vena umbilikalis, reaksi obat ini akan terlihat jelas jika ventilasi paru sedikit banyak telah berlangsung. Usaha pernapasan biasanya mulai timbul setelah tekanan positif diberikan 1-3 kali, bila setelah 3 kali inflasi tidak didapatkan perbaikan pernapasan atau frekuensi jantung, maka masase jantung eksternal dikerjakan dengan frekuensi 80-100/menit. Tindakan ini diselingi ventilasi tekanan dalam perbandingan 1:3 yaitu setiap kali satu ventilasi tekanan diikuti oleh 3 kali kompresi dinding toraks, jika tindakan ini tidak berhasil bayi harus dinilai kembali, mungkin hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan asam dan basa yang belum dikoreksi atau gangguan organik seperti hernia diafragmatika atau stenosis jalan nafas.
b.      Asfiksia sedang
Stimulasi agar timbul reflek pernapsan dapat dicoba, bila dalam waktu 30-60 detik tidak timbul pernapasan spontan, ventilasi aktif harus segera dilakukan, ventilasi sederhana dengan kateter O2 intranasaldengan aliran 1-2 lt/mnt, bayi diletakkan dalam posisi dorsofleksi kepala. Kemudioan dilakukan gerakan membuka dan menutup nares dan mulut disertai gerakan dagu keatas dan kebawah dengan frekuensi 20 kali/menit, sambil diperhatikan gerakan dinding toraks dan abdomen. Bila bayi memperlihatkan gerakan pernapasan spontan, usahakan mengikuti gerakan tersebut, ventilasi dihentikan jika hasil tidak dicapai dalam 1-2 menit, sehingga ventilasi paru dengan tekanan positif secara tidak langsung segera dilakukan, ventilasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dari mulut ke mulut atau dari ventilasi ke kantong masker. Pada ventilasi dari mulut ke mulut, sebelumnya mulut penolong diisi dulu dengan O2, ventilasi dilakukan dengan frekuensi 20-30 kali permenit dan perhatikan gerakan nafas spontan yang mungkin timbul. Tindakan dinyatakan tidak berhasil jika setelah dilakukan berberapa saat terjasi penurunan frekuensi jantung atau perburukan tonus otot, intubasi endotrakheal harus segera dilakukan, bikarbonas natrikus dan glukosa dapat segera diberikan, apabila 3 menit setelah lahir tidak memperlihatkan pernapasan teratur, meskipun ventilasi telah dilakukan dengan adekuat.
2.      Terapi Medikamentosa
a.    Epinefrin
Indikasi:
1)      Denyut jantung bayi < 60x/menit setelah paling tidak 30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan kompresi dada belun ada respon.
2)      Sistotik
Dosis : 0,1-0,3 ml / kgBB dalam lanrtan I : 10.000 (0,1 mg – 0,03 mg / kgBB). Cara : i.v atau endotakheal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu
b.      Volume Ekspander
Indikasi:
1)      Bayi baru lahir yang dilahirkan resusitasi rnengalami hipovolernia dan tidak ada respon dengan resueitasi.
2)      Hipovolemi kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ,diitandai dangan adanya pucat perfusi buruk, nadi kecil / lemah dan pada resusitasi tidak memberikan respons yang adekuat.
Jenis Cairan :
1)      Larutan laistaloid isotonis (NaCL 0,9, Ringer Laktat). Dosis : dosis awal 10 ml / kgBB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
2)      Transfursi darah gol O negatif jika diduga kehilangn darah banyak.
c.       Bikarbonat
Indikasi:
1)      Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
2)      Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia  Harus disertai dengan pemerIksaan analisa gas darah dan kimia.
a)      Dosis : 1-2 mEq/keBB atau 2 ml/kgBB (4,2%) atau 1 ml/kgBB (7’4%).
b)      Cara : diencerkan dengan aqua bidest dan destrosa 5 % sama banyak diberikan secara i.v dengan kecepaten min 2 menit.
c)      Efek sarnping : pada keadaan hiperosmolarita, dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak furgsi miokardium dan otak.
d.      Nalokson
Nalokson Hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak rnenyebabkan        depresi pernapasan.
Indikasi:
1)      Depresi psmapa$an pada bayi bam lahir yang ibunya menggunailcan         narkotik 4 jam sebelurn pmsalinan.
2)      Sebelum diberikan nalokson, ventilasi harus adekuat dan stabil.
3)      Jangan diberilm pada bayi brug lahir yang ibrmya baru dicurigai sebagai  pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanpa with drawl tiba-tiba pada sebagian bayi.
a)      Dosis : 0,1 mgikgBB ( 0,4 mg/ml atau lmg/ml)
b)      Cara : i.v endotrakheal atau bila  perfusi baik diberikan i.m atau s.c
H.    Komplikasi
1.      Edema otak
Edema otak adalah peningkatan kadar air di dalam jaringan otak baik intra maupun ekstraselular sebagai reaksi terhadap proses-proses patologis lokal ataupun pengaruh-pengaruh umum yang merusak.
2.      Perdarahan otak
Perdarahan otak (brain hemorrhage) adalah tipe stroke. Ia disebabkan oleh arteri dalam otak yang pecah dan menyebabkan perdarahan lokal pada jaringan-jaringan sekelilingnya. Perdarahan ini membunuh sel-sel otak.
3.      Anuria atau oiguria
Oliguria adalah produksi urin sedikit, biasanya kurang dari 400 ml / hari pada orang dewasa, dan dapat menjadi salah satu tanda awal dari gagal ginjal dan masalah urologi lainnya atau penyumbatan di dalam saluran kemih. Kondisi ini dapat diobati dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan. Oliguria dapat menjadi prekursor untuk Anuria, yaitu tidak adanya produksi urin atau urin sangat sedikit.
4.      Hiperbilirubinemia
Hiperbilirubinemia (abdoerrachman, h, dkk.1981 kegawatan pada anak. jakarta. bagian ilmu kesehatan anak fakultas kedokteran. universitas indonesia)
a.        Suatu penumpukan bilirubin indirek yang mencapai suatu kadar tertentu yang mempunyai potensi menyebabkan kerusakan otot.
b.       Kadar yang paling rendah yang dapat menyebabkan kerusakan otak belum diketahui dengan pasti. Kejadian kernikterus pada umumnya terdapat pada kadar bilirubin lebih dari 20 mg %.
c.       Kadar bilirubin yang dapat disebut hiperbilirubinemia dapat berbeda-beda untuk setiap tempat. Harus diientifikasi sendiri. Di RSCM jakarta kadar itu ialah bilirubin indirek yang lebih dari 10 mg %.
5.      Enterokoits netrotikans
Enterokolitis Nekrotikans adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan peradangan pada lapisan usus, biasanya pada usus besar. Penyebab enterokolitis nekrotikans belum diketahui. Kemungkinan penyebabnya dapat termasuk bakteri dan penurunan aliran darah ke usus, yang mencegah usus untuk memproduksi lendir yang melindungi saluran pencernaan. Hal ini terjadi ketika jaringan usus dari bayi-bayi prematur melemah akibat kekurangan oksigen atau aliran darah. Ketika bayi-bayi ini memulai proses makan, peningkatan tekanan yang disebabkan oleh pergerakan makanan melalui usus memungkinkan bakteri yang biasanya ditemukan di dalam usus menginvasi dan merusak dinding jaringan usus. Hal ini paling umum ditemukan pada bayi-bayi prematur dan dapat mengancam jiwa bila tidak segera ditangani. Dapat terbentuk lubang pada usus, menyebabkan bakteri bocor ke perut dan menyebabkan peritonitis. Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum, jaringan tipis yang melapisi dinding perut bagian dalam.
6.      Kejang
Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan.(betz & Sowden,2002)
7.      Koma
Koma Adalah suatu keadaan dimana penderita tidak dapat dibangunkan dan tidak memberi respons terhadap semua rangsangan, baik dari dalam maupun dari luar. Perlu diingat bahwa koma adalah suatu tingkat yang meliputi seluruh spektrum penurunan kesadaran mulai hanya sedikit mengantuk sampai ke mati otak
I.       Data Penunjang
1.      PH tali pusat : tingkat 7,20 sampai 7,24 menunjukkan status parasidosis, tingkat rendah menunjukkan asfiksia bermakna.
2.      Hemoglobin/ hematokrit (HB/ Ht) : kadar Hb 15-20 gr dan Ht 43%-61%.
3.      Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik.